بسم الله الرحمن الرحيم
Mahar secara istilah syara’ mahar merupakan sejumlah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki atau keluarganya kepada pihak perempuan atau keluarganya pada saat akad pernikahan. Mahar merupakan syarat wajib dalam pernikahan Islam sebagaimana yang diperintahkan dalam al-Qur’an maupun Hadis. Allah SWT. berfirman:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Q.S. An-Nisaa’ 04: 4)
Ulama sepakat bahwa pembayaran mahar boleh secara kontan maupun hutang. Lalu bagaimana bila pihak pihak laki-laki tidak mampu membayar mahar dan bagaimana pernikahannya? Ulama mazhab berbeda pendapat mengenai suami yang tidak mampu membayar mahar, berikut perincian pendapatnya:
HANAFI |
MALIKI |
SYAFI’I |
HANBALI |
Apabila suami
tidak mampu membayar mahar, maka si istri tidak boleh memfasakh
perkawinan dan hakim pun tidak boleh menjatuhkan cerai atasnya. Istri hanya
berhak untuk tidak bersedia digauli saja. |
Apabila telah
terbukti suami betul-betul tidak mampu membayar mahar , sedangkan dia belum pernah
mencampuri istrinya, maka hakim harus memberi waktu tunda yang sekiranya si
suami mampu untuk melunasi hutang maharnya. Kalau dia tetap juga tidak mampu,
hakim bisa menetapkan cerai atas dirinya atau si istri berhak fasakh
atas pernikahan dirinya dan hakim mensahkan perceraian tersebut. sedangkan
bila si suami pernah menggaulinya, maka istrinya tersebut tidak berhak untuk
memfasakh nikah sama sekali. |
Apabila betul-betul
terbukti si suami kesulitan membayar mahar dan dia belum pula mencampuri
istrinya, maka si istri berhak memfasakh perkawinan. Namun bila sudah
dicampuri, dia tidak lagi berhak atas itu. |
Istri berhak memfasakh
perkawinan, walaupun sudah dicampuri sepanjang dia tidak tahu tentang
kesulitan tersebut sebelum perkawinan. Apabila dia mengetahui hal itu sebelum
terjadi perkawinan, dia berhak memfasakh dan dalam kasus ketika fasakh
dibolehkan, maka yang berhak melakukan fasakh hanyalah hakim. |
Literasi Rujukan: al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah.
No comments:
Post a Comment