1.
Pancasila Era
Kemerdekaan
Pada tanggal 6
Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh Amerika Serikat yang
mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari kemudian BPUPKI berganti
nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan
Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang membuat Jepang menyerah
kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad tersebut,
maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan
golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai
pukul 02.00-04.00 dini hari. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno,
Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda
tepatnya di Jalan Imam Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir.
Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) mengusulkan agar yang menandatangani
teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut
diketik oleh Sayuti Melik. Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
sesuai dengan semangat yang tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945.
Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme
dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam
Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perjanjian San Francisco (26 Juni 1945) dan
Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang memancarkan
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta ini
kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi
pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari
kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari
sejumlah tokoh yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila.
Saat itu muncul perbedaan perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu.
Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar
kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak hanya
kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa.
Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar
argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI.
Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara
golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir
Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad
Natsir dkk) mengenai dasar negara.
2.
Pancasila di
Masa Orde Lama
Pada masa orde
lama yaitu pada masa kekuasaan presiden Soekarno, Pancasila mengalami
ideologisasi. Pada masa ini Pancasila berusaha untuk dibangun, dijadikan sebagai
keyakinan, kepribadian bangsa Indonesia. Presiden Soekarno, pada masa itu
menyampaikan ideologi Pancasila berangkat dari mitologi atau mitos, yang belum
jelas bahwa pancasila dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke arah
kesejahteraan. Tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini untuk
dijadikan ideologi bangsa Indonesia.
Pada masa ini,
Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia
yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada di dalam
suasana transisional dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa
ini adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem
kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada
masa orde lama.
a. Periode 1945-1950.
Pada masa ini,
dasar yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensil, namun
dalam prakteknya system ini tidak dapat terwujudkan setelah penjajah dapat
diusir. Persatuan rakyat Indonesia mulai mendapatkan tantangan, dan muncul
upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar Negara dengan faham komunis
oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun pada tahun 1948 dan olen DI/TII yang
ingin mendirikan Negara dengan agam Islam.
b.
Periode
1950-1959
Pada periode
ini, penerapan pancasila diarahkan sebagai ideologi liberal yang pada nyatanya
tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Walaupun dasar Negara tetap
Pancasila, tetapi rumusan sila keempat tidak berjiwakan musyawarah mufakat,
melainkan suara terbanyak. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik
dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis.
c.
Periode
1956-1965
Periode ini
dikenal sebagai demokrasi terpimpin, akan tetapi demokrasi justru tidak berada
kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai pancasila tetapi
kepemimpinana berada pada kekuasaaan pribadi presiden Soekarno. Maka terjadilah
berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.akibatnya
presiden Soekarno menjado otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup,
politik konfrontasi, dan menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang
ternyata tidak cocok dengan kehidupan Negara Indonesia. Terbukti dengan adanya
kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan
nilai-nilai pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan
ideologi lain.
Dalam
mengimplementasikan pancasila, presiden Soekarno melaksanakan pemahaman
pancasila dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk mengarahkan
perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 1945,
sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan
kepribadian nasional. Akan tetapi hasilnya terjadilah kudeta PKI dan kondisi
ekonomi yang memprihatinkan.
3.
Pancasila
Masa Orde Baru
Pada masa orde
baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang menyimpang dari
pancasila melalui program P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila)
atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde baru
berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus
berhasil mengatasi paham komunis di Indonesia. Akan tetapi implementasi dan
aplikasinya sangat mengecewakan. Beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila
ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran
lain.
Pancasila
justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasia sebagai alat untuk melanggengkan
kekuasaannya. Ada beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila,
yaitu pertama, melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui
pembekalan atau seminar. Kedua, asa tunggal, yaitu presiden Soeharto
membolehkan rakyat untuk membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus
berasaskan Pancasila. Ketiga, stabilisasi yaitu presiden Soeharto melarang
adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah. Karena presiden
Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah menyebabkan
ketidakstabilan di dalam negara. Dan untuk menstabilkannya presiden Soeharto
menggunakan kekuatan militer sehingga tak ada yang berani untuk mengkritik
pemerintah.
Dalam
pemerintahannya presiden Soeharto melakukan beberapa penyelewengan dalam
penerapan Pancasila, yaitu diterapkannya demokrasi sentralistik, demokrasi yang
berpusat pada pemerintah . selain itu presiden juga memegang kendali terhadap
lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif sehingga peraturan yang di buat
harus sesuai dengan persetujuannya. Presiden juga melemahkan aspek-aspek
demokrasi terutama pers karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka,
presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan atau lembaga sensor secara
besar-besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak menjatuhan
pemerintahan. Penyelewengan yang lain adalah pelanggengan korupsi, kolusi, dan
nepotisme sehingga pada masa ini banyak pejabat negara yang melakukan korupsi.
Tak hanya itu, pada masa ini negara Indonesia juga mengalami krisis moneter
yang di sebabkan oleh keuangan negara yang tidak stabil dan banyaknya hutang
kepada pihak negara asing. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan
pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang
dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara.
·Adanya penindasan ideologis, sehingga
orang-orang yang mempunyai gagasan kreatif dan kritis menjadi takut. Adanya
penindasan secara fisik seperti pembunuhan terhadap orang di Timor-Timur, Aceh,
Irian Jaya, kasus Tanjung Priok, pengrusakan/penghancuran pada kasus 27 Juli
dan seterusnya. Perlakuan diskriminasi oleh negara juga dirasakan oleh
masyarakat non pribumi (keturunan) dan masyarakat golongan minoritas. Mereka
merasa diasingkan, bahkan acapkali mereka hanya dijadikan sebagai kambing hitam
jika ada masalah, atau diperas secara ekonomi.
4.
Pancasila Era
Reformasi
Eksistensi
pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang substansinya
belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung dengan baik
karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak
masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum memahami makna
sesungguhnya.
Pada masa
reformasi, Pancasila sebagai re-interprestasi.Yaitu Pancasila harus selalu di
interprestasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterprestasikannya harus relevan dan kontekstual dan harus sinkron atau
sesuai dengan kenyataan pada zaman saat itu.
.Berbagai
perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak
masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila
dalam reformasi pun dipertanyakan. Pancasila di masa reformasi tidak jauh
berbeda dengan Pancasila di masa orde lama dan orde baru. Karena saat ini debat
tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan ideologi masih kerap
terjadi. Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu.Pancasila
banyak diselewengkan dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di masa lalu
dan bahkan ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran.
Pancasila pada
masa reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada masa orde baru dan
orde lama, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu adalah
KKN yang merupakan masalah yang sangat besar dan sulit untuk di tuntaskan. Pada
masa ini korupsi benar-benar merajalela. Para pejabat negara yang melakukan
korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru merasa bangga, ditunjukkan saat
pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan melambaikan tangan serta tersenyum
seperti artis yang baru terkenal. Selain KKN, globalisasi menjadi racun bagi
bangsa Indonesia Karen semakin lama ideologI Pancasila tergerus oleh ideologI
liberal dan kapitalis. Apalagi tantangan pada masa ini bersifat terbuka, lebih
bebas, dan nyata.
No comments:
Post a Comment