بسم الله الرحمن الرحيم
Para
ulama fikih sepakat bahwa seekor sapi atau unta boleh untuk tujuh orang,
walaupun ada hadis yang mengatakan bahwa kurban sapi dan unta boleh untuk
sepuluh orang. Hadis yang membolehkan bersumber dari Rafi’ bin Khudaij dari
Ibnu Abbas dan lainnya. Meskipun menurut at-Thahawi menganggap hadis itu tidak
shahih.
Imam
Malik membolehkan seekor sapi atau unta
untuk seorang beserta keluarganya untuk kurban dan sembelihan haji. Hal ini
berdasarkan riwayat Ibnu Syihab, dia berkata:
مَا
نَحَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
اَهْلِ بَيْتِهِ اِلَّا بَدَنَةً وَاحِدَةً اَوْ بَقَرَةً وَاحِدَةً. (اخرجه مالك)
“Rasulullah SAW. tidak
menyembelih kurban untuk keluarganya kecuali seekor unta atau seekor sapi.” (H.R. Malik)
Imam
Malik tidak sama dengan ulama lain dalam
pengqiyasannya, karena menurut ijma’ ulama, amalan yang berlaku kepada
keluarga Nabi SAW. itu tidak boleh dipakai untuk menafsirkan hadis lain. Justru
harus ditafsiri oleh hadis lain adalah hadis yang menjelaskan maksimal untuk
tujuh orang. Namun, Imam Malik mengambil hadis tersebut sebagai dasar qiyas
antara qurban secara umum dengan kurban orang-orang yang berhaji, sehingga
menurut Imam Malik, batas maksimal tidak berlaku. Sebaliknya, yang
berlaku adalah seperti yang diriwayatkan Ibnu Syihab yakni untuk sekeluarga.
Terjadi
perbedaan pendapat atas hukum asli kurban bertentangan dengan qiyas yang
didasarkan pada hadis tentang sembelih untuk haji. Dalil yang menunjukkan qiyas
kurban berdasarkan sembelihan haji sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir:
نَحَرْنا مع رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ
عليه وسَلَّم عَامَ الحُدَيْبيةِ البَدَنةَ عن سَبْعٍ (اخرجه مسلم وابو داود)
“Kami telah
berkurban (di waktu haji) bersama Rasulullah SAW. di tahun Hudaibiyah seekor
unta untuk tujuh orang.” (H.R. Muslim
dan Abu Dawud)
Dalam
riwayat lain dijelaskan:
سَنَّ
رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسَلَّم البَدَنةَ عن
سَبْعَةٍ والبَقَرَةَ عن سَبْعَةٍ (اخرجه مسلم والترمذي)
“Rasulullah SAW. memberi
ajaran bahwa seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.” (H.R. Muslim dan Tirmidzi)
Imam
Syafi’i dan Imam Abu Hanifah mengqiyaskan
kurban dengan sembelihan haji berdasarkan pada hadis-hadis diatas yang
menentukan sembelihan haji. Sementara Imam Malik tidak menggnakan hadis
tersebut sebagai dasar kurban. Beliau lebih cenderung memilih hadis tentang
kurban sendiri, karena beliau menganggap hadis dari Jabir tersebut cacat.
Imam
Malik mengatakan “Ketika orang-orang
musyrik menghalangi Rasulullah SAW. menuju Baitullah, setelah itu beliau
berkurban unta, itu bukan kurban wajib, melainkan kurban sunnah. Kurban sunnah
boleh digabungkan, sedangkan kurban wajib tidak boleh gabung.” Padahal, kurban
itu tidak wajib. Jadi mungkin Imam Malik mengqiyaskan kurban dengan
sesembelihan haji.
Ibnul
Qasim meriwayatkan dari Imam Malik
bahwa Imam Malik tidak membolehkan kurban untuk lebih dari seorang, baik
kurban sunnah maupun wajib. Ini artinya Imam Malik menolak hadis yang
bertentangan dengan hukum asal. Hukum asalnya adalah seekor hewan untuk
seorang.
والله اعلم
Referensi: Kitab Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid karya Ibnu Rusyd. Terdapat terjemahan Bahasa Indonesia oleh Drs. Imam Ghazali Said, M.A. dan Drs. Achmad Zaidun yang diterbitkan oleh Pustaka Amani, Jakarta.
No comments:
Post a Comment