A. Pengertian Talak
Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Talak secara terminologi atau istilah ada beberapa rumusan yang dikemukakan para ulama, antara lain :
Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Talak secara terminologi atau istilah ada beberapa rumusan yang dikemukakan para ulama, antara lain :
Menurut as – Sayyid Sabiq :
حلّ رابطة الزواج و إنّهاء العلاقة
الزوجيّة
“Melepas tali perkawinan dan mengakhiri
hubungan suami istri”[1]
Menurut Abdur Rahman al – Jaziri :
إزالة النكاح أو نقصان حلّه بلفظ
مخصوص
“Menghilangkan iktana perkawinan atau
mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan lafadz khusus”[2]
Menghilangkan akad perkawinan maksudnya mengangkat akad perkawinan
sehingga setelah diangkat akad perkawinan tersebut istri tidak lagi halal bagi
suami, seperti talak yang sudah tiga kali. Mengurangi pelepasan ikatan
perkawinan maksudnya berkurangnya hak talak yang berakibat berkurangnya
pelepasan istri, yaitu dalam talak raj’i, karena talak raj’i mengurangi
pelepasan istri.
Talak menurut Kompilasi Hukum Islam adalah ikrar suami di hadapan
sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
B.
Hukum
Talak
Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum talak. Pendapat yang lebih benar adalah
makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkannya, karena talak berarti kufur
terhadap nikmat Allah. Pernikahan itu adalah suatu nikmat dari beberapa nikmat
Allah, mengkufuri nikmat Allah haram hukumnya. Talak tidak halal kecuali karena
darurat, misalnya suami ragu terhadap perilaku istri atau hati sang suami tidak
ada rasa tertarik pada istri karena Allah Maha Membalikkan segala hati. Jika
tidak ada hajat yang mendorong talak berarti kufur terhadap nikmat Allah secara
murni dan buruk adab terhadap suami, hukumnya makruh.
Ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum talak secara rinci. Menurut
mereka huum talak terkadang wajib dan terkadang haram dan sunnah. Al –
Baijarami berkata “Hukumtalak ada lima, yaitu adakalanya wajib seperti talaknya
orang yang bersumpah ila’ (bersumpah tidak mencampuri istri) atau dua utusan
dari keluarga suami dan istri, adakalanya haram seperti talak bid’ah, dan
adakalnya sunnah seperti talaknya orang yang lemah, tidak mampu melaksanakan
hak – hak pernikahan. Demikain juga sunnah, talaknya suami yang tidak ada
kecenderungan hati kepada istri, karena perintah salah satu dari dua orang tua
yang bukan memberatkan, karena buruk akhlaqnya dan ia tidak tahan hidup
bersamanya, tetapi ini tidak lah mutlak karena umumnya wanita seperti itu.
“Rasulullah Saw telah mengisyaratkan dengan sabdanya : wanita yang baik
seperti burung gagak yang putih kedua sayap dan kedua kakinya. Hadis ini
sindiran kelangkaan wujudnya al – A’shamm artinya putih kedua sayapnya atau
kedua kakinya dan atau salah satunya.[3]
Dari
uraian diatas dapat dipahami bahwa talak adakalanya wajib, seperti talaknya dua
utusan krluarga yang ingin menyelesaikan perpecahan pasangan antara suami istri
karena talak inilah satu solusi perpecahan tersebut. Demikian juga talak orang
yang sumpah ila’ setelah menunggu masa iddah empat bulan sebagaimana firman
Allah Swt :
لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ
نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ ۖ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
(226) وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (227)
“Kepada
orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk)
talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al –
Baqarah (2): 226-227)”
Talak
haram adalah talak bid’ah, nanti akan dibahas. Ulama Hanabilah menambahkan,
tala haram yakni talak yang bukan karena hajat. Ia digolongkan haram karena
merugikan diri suami dan istri dan melenyapkan maslahat yang dapat diperoleh
sepasang suami istri tanpa ada hajat, keharamannya seperti merusak harta.
Sebagaimana sabda Nabi Saw :
لا ضرر ولا ضرر
“Tidak boleh merugikan
diri sendiri dan tidak boleh merugikan diri orang lain”
Dalam
riwayat lain macam ini tergolong talak makruh, karena sabda Nabi Saw: Halal
yang paling dibenci Nabi adalah talak. Dalam satu periwayatan: Allah
tidak menghalalkan sesuatu yang lebih dibenci daripada talak. (HR. Abu
Dawud)
Sesungguhnya
talak dibenci tanpa ada hajat, namun Nabi Saw menyebutnya sebagai barang halal.
Dikarenakan talak menghilangkan nikah yang mengandung banyak kemaslahatan yang dianjurkan,
maka talak makruh. Demikian menurut Ulama Syafi’iyah.
Talak
mubah adalah talak karena hajat seperti akhlaq wanita yang tidak baik,
interaksi pergaulannya yang tidak baik dan merugikan. Apabila pernikahan
dilanjutkan pun tidak akan mendapat tujuan apa – apa. Talak sunnah adalah talak
wanita yang lalai terhadap hak – hak Allah yang wajib dilaksanakan, seperti
shalat dan semacamnya dan tidak mungkin memaksanya, atau karena wanita yang
tidak di pelihara. Imam Ahmad r.a berkata : “Tidak laya mempertahankan wanita
demikian itu karena ia kurang agamanya, tidak aman kerusakan rumah tangga, dan
mempersamakan anak yang bukan diperoleh dari suami.” Tidak mengapa mempersempit
peluang wanita seperti tersebut sebagai pelajaran.
C.
Macam
– Macam Talak
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, maka talak dibagi
menjadi tiga macam, sebagai berikut :
a.
Talak
Sunni
Talak Sunni ialah talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan
sunnah. Sedangkan, Talak Sunni menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 121 yang
berbunyi “Talak Sunni adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan
terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat :
1.
Istri
yang ditalak sudah pernah digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang
belum pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
2.
Istri
dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci
dari haid. Menurut ulama Syafi’iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid
ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah
lepas haid (menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau talak
karena suami meminta tebusan (khulu’), atau ketika istri dalam haid, semuanya
tidak termasuk talak sunni.
3.
Talak
itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik dipermulaan, dipertengahan
maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
4.
Suami
tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan.
Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid
tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
b.
Talak
Bid’iy
Talak Bid’iy ialah talak yang dijatuhkan tidak menurut tuntunan
agama. Talak yang termasuk ke dalam talak bid’iy ialah :
1.
Talak
yang dijatuhkan pada waktu istri sedang menajalani haid atau sedang nifas
2.
Talak
yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan suci tetapi telah dikumpuli
lebih dahulu.
c.
Talak
La Sunni Wala Bid’iy
Talak la sunni wala bid’iy ialah talak yang tidak termasuk kategori
talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’iy, yaitu :
1.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli
2.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah
lepas haid
3.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil
Ditinjau
dari segi tegas dan tidaknya kata – kata yang dipergunakan sebagai ucapan
talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut :
a.
Talak
Sharih
Talak sharih ialah talak dengan mempergunakan kata – kata yang
jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika
diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi.
Imam Syafi’i mengatakan bahwa kata – kata yang dipergunakan untuk
talak sharih ada tiga, yaitu talak, firaq, dan sarah, ketiga ayat itu disebut
dalam al – Quran dan hadits.
Ahl al – Zhahiriyah berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali dengan
mempergunakan salah satu dari tiga kata tersebut, karena syara’ telah
memepergunakan kata – kata ini, padahal talak adalah perbuatan ibadah,
karenanya diisyaratkan mempergunakan kata – kata yang telah ditetapkan oleh
syara’. Beberapa contoh talak sharih adalah seperti suami berkata kepada
istrinya :
1.
Enkau
saya talak sekarang juga. Engkau saya cerai sekarang juga
2.
Engkau
saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan sekarang juga
3.
Engkau
saya sarah sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga
Apabila suami
menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak sharih maka menjadi jatuhlah
talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar
dan atas kemauannya sendiri.
b.
Talak
Kinayah
Talak kinayah ialah talak dengan mempergunakan kata – kata
sindiran, atau samar – samar, seperti suami berkata kepada istrinya :
1.
Engkau
sekarang telah jauh dari diriku
2.
Selesaikan
sendiri segala urusanmu
3.
Janganlah
engkau mendekati aku lagi
4.
Keluarlah
engkau dari rumah ini sekarang juga
5.
Pergilah
engkau dari tempat ini sekarang juga
6.
Susullah
keluargamu sekarang juga
7.
Pulanglah
ke rumah orang tua mu sekarang
8.
Beriddahlah
engkau dan bersihkan lah kandunganmu itu
9.
Saya
sekarang telah sendirian dan hidup membujang
10. Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian
Ucapan – ucapan
tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.
Tentang
kedudukan talak dengan kata – kata kinayah atau sindiran ini sebagaimana
dikemukakan oleh Taqiyuddin al – Husaini, bergantung kepada niat suami. Artinya
jika suami dengan kata – kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka
menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata – kata tersebut tidak
bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.
Ditinjau
dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas
istri, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut :
a.
Talak
Raj’i
Talak Raj’i adalah talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya
yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri,
talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 118 berbunyi “Talak Raj’i adalah
talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa
iddah.”
Dr. As – Siba’i mengatakan bahwa talak raj’i adalah talak yang
untuk kembalinya bekas istri kepada bekas suaminya tidak memerlukan pembaruan
akad nikah, tidak memerlukan mahar, serta tidak memerlukan persaksian.
Setelah terjadi talak raj’i maka istri wajib beriddah, hanya bila
kemudian suami hendak kembali kepada bekas istri sebelum berakhir masa iddah,
makahal itu dapat dilakukan dengan menyatukan rujuk, tetapi jika dalam masa
iddah tersebut bekas suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka
dengan berakhirnya masa iddah itu kedudukan talak menjadi talak ba’in; kemudian
jika sesudah berkahirnya masa iddah itu suami ingin kembali kepada bekas
istrinya maka wajib dilakukan dengan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru
pula.
Talak raj’i hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja,
berdasarkan firman Allah dalam surat Al – Baqarah ayat 229:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ
بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”
Ayat ini memberi makna bahwa talak yang disyariatkan Allah ialah
talak yang dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus, dan bahwa
suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah talak pertama dengan cara
yang baik, demikian pula setelah talak kedua. Arti memelihara kembali ialah
dengan merujuknya dan mengembalikannya ke dalam ikatan perkawinan dan berhak
mengumpuli dan mempergaulinya dengan cara yang baik. Hak merujuk hanya terdapat
dalam talak raj’i saja.
b.
Talak
Ba’in
Talak Ba’in adalah talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas
suami terhadap bekas istrinya. Untuk mengembalikan bekas istri ke dalam ikatan
perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun
dan syarat – syaratnya.
Talak ba’in terbagi menjadi dua macam, yaitu talak ba’in shugra dan
talak ba’in kubro.
1.
Talak
ba’in shugra adalah talak ba’in yang
menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan
kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri. Artinya bekas
suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa
iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Dalam KHI pasal 119 yang
berbunyi “Talak ba’in shugro adalah talak yang tidak boleh rujuk tapi boleh
akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah”. Termasuk talak
ba’in shugra adalah :
v Talak sebelum berkumpul
v Talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu’
v Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara,
talak karena penganiayaan, atau yang semacamnya
2.
Talak
ba’in kubro adalah talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap
bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali
dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki – laki
lain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar
dan telah selesai menjalankan iddahnya. Dalam KHI pasal 120 yang berbunyi
“Talak ba’in kubro adalah talak yang terjadi untuk yang ketiga kalinya”. Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al – Baqarah ayat 230 :
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ
لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
“Kemudian jika
si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi
halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.”
D.
Persaksian Talak
Para ulama berbeda pendapat mengenai saksi talak. Jumhur ulama
berpendapat bahwa talak dapat terjadi tanpa persaksian, karena talak merupakan
hak suami. Allah menjadikan talak di tangan suami :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ.......
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan...... (Q.S. Al – Ahzab
(33): 49)”
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ
فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ.......
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang ma'ruf (pula)........ (Q.S. Al – Baqarah (2):231)”
Suami tidak memerlukan persaksian dalam mempergunakan hak talaknya
itu. Tidak ada riwayat dari Rasullah Saw maupun para sahabat sesuatu yang
menjadi dalil disyariatkannya persaksian dalam talak.[4]
Menurut ulama Syiah Imamiyah bahwa mempersaksikan talak adalah
syarat sahnya talak. Untuk sahnya talak pada waktu suami menjatuhkan talak
harus disaksikan oleh dua orang saksi laki – laki yang adil.[5] Dasar
hukumnya ialah al – Quran surat at – Talaq ayat 2
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ
عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ....
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah...(Q.S. At – Talaq (65):2)”.
E.
Rukun
dan Syarat Talak
Rukun talak ialah unsur
pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak tergantung ada dan
lengkapnya unsur unsur yang dimaksud.[6]
Masing – masing rukun tersebut harus memenuhi persyaratan. Syarat talak ada
yang disepakati oleh para ulama tetapi ada pula yang diperselisihkan. Rukun dan
syarat talak tersebut sebagai berikut:
1.
Suami
Suami
adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya. Oleh karena itu
talak itu bersifat menghilangkan ikatan pernkahan , maka talak tidak akan
terjadi kecuali setelah adanya akad pernikahan yang sah.
لَاطَلاَقَ قَبْلَ نِكَاحٍ وَلاَ
عِتْقً قَبْلَ مِلْكٍ (رواه ابن ماجة عنْ المِسْوَرِبْنِ مَخْرَمَةَ)
“tidak
ada talak kecuali sesudah akad nikah dan tidak ada pemerdekaan budak kecuali
setelah ada pemilikan”.
Suami
yang menjatuhkan talak di syaratkan:
a. Balig.
Persyaratan
ini di dasarkan pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh an-Nasai dari Aisyah:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنْ
النَّائِمِ حَتَى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيْرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ
الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَو يُفِيْقَ (رواه النسائ)
“diangkatkan
hukum dari tiga golongan : orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia
dewasa, dan orang gila sampai ia berakal atau sehat”.
b. Berakal
Suami
yang akalnya tidak sehat tidak sah mentalak isterinya. Tidak sah akalnya ini
termasuk dalam pengertian orang gila, pingsan,sawan,tidur,mabuk karena khamr
atau meminum sesuatu yang memabukkan.
Dasar
hukumnya adalah:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللهِ َصلَى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ كُلّ طَلاَقٍ جَائِزٌ اِلاَّ طَلَاقَ
الْمَعَتُوهِ الْمَغْلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ (رواه الترمذى)
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairoh ia berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda setiap talak itu
hukumnya bolek kecuali talak orang yang hilang akalnya”.
Adapun
orang yang mentalak isterinya ketika keadaan mabuk dengan kesengajaan meminum
minuman yang memabukkan di perselisihkan di kalangan ulama sah atau tidaknya
talak, karena orang tersebut sengaja berbuat maksiat.
Jumhur
ulama berpendapat bahwa orang yang mabuk itu sah talaknya, alasannya karena
sekalipun dalam segi bentuknya termasuk kategori orang yang hilang akal, tetapi
hal itu di sebabka karena kesengajaannya
merusak akalnya dengan perbuatan yang dilarang agama. Menurut sebagian ulama
termasuk Al-Muzayyindari mazhab Syafi’i dan sebagian pengikut hanafiyah berpendapat
bahawa talaknya itu tidak jatuh sekalipun ia sengaja berbuat sesuatu yang
menyebabkan dia mabuk, alasannya karena orang yang mabuk itu sama keadaanya
dengan orang gila.
c. Atas
kehendak sendiri
Untk
dihukumi sah talakyang dijatuhkan suami adalah talak itu harus atas
kemauan sendiri, yang artinya tidak ada
paksaan apapun saat menjatuhkan talak. Talak yang di jatuhkan suami karna
paksaan kepada istrinya maka talaknya tidak jatuh.
Hadis
nabi:
اِنَّ الله وَضَعَ عَنْ اُمَّتِي
الْخَطَاءَ وَالنَّسْياَنَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ (رواه الترمذى)
"sesungguhnya
Allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dosa silap,lupa dan sesuatu yang
dipaksakan kepadanya”.
2.
Isteri
Untuk
sahnya talak, isteri harus dalam kekuasaan suami, yaitu isteri tersebut belum
pernah ditalak atau sudaj ditalak tetapi masih dalam masa iddah.
3.
Shigat atau
ucapan talak
Jumhur
ulama berpendapat bahwa talak terjadi apabilasuami yang ingin mentalak
isterinya itumegucapkan ucapan tertentu yang menyatakan bahwa istrinya ditalak.
Apabila suami hanya meniatkan tetapi belum mengucapkan apa apamaka belum
terjadi talak. Bagi orang yang tidak bisa berbicara atau bisu maka talak dapat
dijatuhkan drngan cara ditulis atau dengan isyarat.
Shigat
talak ada dua, sarih (jelas,tegas) dan kinayah ( sindiran ).
Kata
kata sarih ialah dengan menggunakan kata talak
(menceraikan ), firaq
(memisahkan), sarah ( melepaskan).
Adapun
kalu dengan kata yang kinayah tergantung kepada niat suami, artinya jika suami
meniatkan talak berti jatuh talak,tetapi kalau tidak diniatan talak maka
talaknya tidak jatuh. Contoh talak dengan kinayah ( sindiran ) “engkau sekarang
tidak bersuami lagi”, “pulanglah kerumah orang tuamu sekarang juga”.
F.
Hikmah
Talak
Seharusnya jalan untuk bercerai itu diberikan kepada pasangan suami
istri dan jangan ditutup sama sekali karena akan mengakibatkan bahaya. Suami
istri yang terus terpaksa bersatu, justru akan bertambah tidak baik.[7]
Adapun hikmah talak sebagai berikut :
1.
Menjernihkan
kehidupan bekas suami dan istri yang semula keruh.
2.
Menghilangkan
kesengsaraan bagi kedua belah pihak (bekas suami dan istri).
3.
Menghindarkan
diri dari kejahatan yang dilakukan oleh suami dan istri.
4.
Menghindari
suami atau istri yang tidak menjalankan kewajban dan haknya dengan baik.
5.
Sarana
untuk memilih pasangan hidup yang lebih baik dan harmonis.
[1] As – Sayyid Sabiq, Fiqhu
as – Sunnah, Beirut: Dar al – Fikr, 1992, III:206
[2] Abdur Rahman al – Jaziri,
Kitab Fiqh ‘Ala Madzahib al – Arba’ah, Mesir: al – Maktabah at – Tijariyah al –
Kubra, 1969, IV: 278
[3]
Ali al – Khatib, Baijarami 2/416
[4] As – Sayyid Sabiq, Fiqhu
as – Sunnah, II:220
[5] Ibid
[6] Departemen Agama RI, Ilmu
Fiqh, Cet. Ke – 2, Jakarta:tnp., 1983, II:234
[7] Ahmad Shiddiq, Hukum Talak
Dalam Agama Islam (Surabaya: Putra Pelajar,2001)., hlm. 21
No comments:
Post a Comment