• REVIEW KITAB عقود اللجين فى بيان حقوق الزوجين ‘UQUD AL-LUJAIN FI BAYANI HUQUQ AL-ZAUJAIN KARYA SYAIKH MUHAMMAD NAWAWI BIN UMAR AL-BANTANI AL-JAWI AL-SYAFI’I


    Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani

    Gambar 0.1. Lukisan Syaikh Nawawi (Foto by Wikipedia)
    Nama lengkap Syaikh Nawawi al-Bantani adalah Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Arbi bin Ali al-Tanara al-Bantani al-Jawi. Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Dilahirkan di kampung Tanara, kecamatan Tirtayasa, kabupaten Serang, Banten. Pada tahun 1813 M atau 1230 H dan wafat diusia 84 tahun, pada tenggal 25 Syawal 1314 H/1897 M, dimakamkan di Ma’la dekat makan Khadijah istri Rasulullah SAW.  Ayahnya bernama KH. Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin masjid. Dari silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke 12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari Putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyara-ras (Tajul ‘Arsy). Nasabnya bersambung dengan Muhammad melalui Imam Ja’far Assidiq, Imam Muhammad al-Baqir, Imam Ali Zain al-Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah Al-Zahra.[1]
    Gambar 0.1. Lukisan Syaikh Nawawi (Foto by Wikipedia)
    Beliau merupakan ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis karya. Karya Nawawi pun banyak masuk di Indonesia. Sampai tahun 1990, diperkirakan terdapat 22 judul tulisan Nawawi yang masih dipergunakan di pesantren. Selain itu, 11 karya populer sering digunakan sebagai kajian di pesantren-pesantren.[2]

    Gambar 0.2. Koleksi Karya Syaikh Nawawi dan Tempat Beliau Menulis Kitab (Foto by Erfan Fahmi Hakim)

    Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:[3]
    1.      al-Tsamar al-Yani'ah syarah al-Riyadl al-Badi'ah
    2.      al-'Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubîn
    3.      Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
    4.      Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
    5.      al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
    6.      Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
    7.      Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
    8.      Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
    9.      Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
    10.  Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
    11.  al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
    12.  Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
    13.  Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
    14.  Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
    15.  Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
    16.  Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
    17.  Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
    18.  Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
    19.  Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
    20.  Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
    21.  Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
    22.  Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
    23.  Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
    24.  al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
    25.  ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
    26.  Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
    27.  Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
    28.  al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
    29.  Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
    30.  Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
    31.  al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
    32.  al-Riyâdl al-Fauliyyah
    33.  Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
    34.  Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
    35.  al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
    36.  Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
    37.  al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
    38.  Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.

    Deskripsi Kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain
    Dari sekian banyak karya-karya yang beliau ciptakan, salah satu karya yang menjadi objek kajian dalam pembahasan ini adalah kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain. Kitab yang membahas tentang hak dan kewajiban serta persoalan suami istri. Didalamnya pula terdapat hikayat dan cerita-cerita orang-orang terdahulu.
    Gambar 0.3. Cover Kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain

    Gambar 0.3. Cover Kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain
    Salah satu hal yang melatarbelakangi karangan kitab tersebut ialah ketika kondisi wanita pada masa Syaikh Nawawi tidak jauh beda dengan keadaan wanita pada masa bangsa Arab, kaum wanita pada saat itu berada dalam sistem yang diskriminatif, diperlakukan tidak adil, karenanya tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan dasar Islam. Kaum muslimat dianggap sebagai korban ketidak adilan dalam berbagai bentuk dan aspek kehidupan, yang dilegitimasi oleh suatu tafsiran sepihak dan dikonstruksi melalui budaya dan syari’at.[4]
    Namun sangat banyak konstruk sosial yang bukan berasal dari Islam, melainkan kebudayaan Arab atau adat masyarakat setempat turut memperkokoh rendahnya kaum perempuan yang semuanya dianggap mewakili pandangan resmi Islam, sementara kesederhanaan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan belum ada, sehingga keadaan yang demikian mengkristal menjadi presepsi yang hampir identik dengan yang sebenarnya. Kesejahteraan wanita dengan pria merupakan sesuatu yang ideal, namun realisasinya menghadapi beberapa masalah. Diantaranya adalah bahwa secara tradisi wanita selalu diletakkan dalam kedudukan yang lebih rendah dari pria.[5]
    Dalam sebuah riwayat dari Umar RA. yang beliau tulis dalam kitabnya, menerangkan bahwa sebenarnya mencuci, memasak dan mengasuh anak secara moral bukanlah tanggung jawab istri. Secara fikih istri berhak meminta bayaran pada suami atas semua pekerjaan yang ditanganinya. Tugas istri yang paling pokok adalah mendidik anak dalam arti menuntut dan memberi kasih sayang. Menurut Syaikh Nawawi kewajiban istri dalam rumah tangga adalah suatu yang berkaitan dengan seksualitas, sedangkan pekerjaan rumah tangga diklasifikasikan sebagai sedekah.[6]
    Secara keseluruhan, kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain ini ditulis oleh Syaikh Nawawi al-Bantani menggunakan bahasa Arab. Tidak ada keterangan mengenai kapan dimulainya penyusunan kitab ini. Namun, yang tercantum dalam halaman terakhir hanya masa penyelesaian penulisan kitabnya saja. Kitab ini diselesaikan pada hari Ahad (Minggu) waktu Dhuha tanggal 27 Muharam 1294 H (lihat gambar 0.4.) di usia beliau yang menginjak umur 64 tahun.[7]
    Gambar 0.4. Tarikh Penyelesaian Penulisan Kitab

    Gambar 0.4. Tarikh Penyelesaian Penulisan Kitab
    Kitab ini, berisi 40 halaman dengan kertas berwarna kuning (kitab cetakan  Dar al-Kutub al-Islamiyah). Terdiri dari:
    1.      Muqaddimah Pencetak
    2.      Pembukaan pengarang
    3.      Fasal 1: menjelaskan tentang hak-hak istri dan kewajiban suami
    4.      Fasal 2: menjelaskan tentang hak-hak suami dan kewajiban istri
    5.      Fasal 3: keutamaan istri shalat dirumahnya
    6.      Fasal 4: keharaman memandang seseorang yang bukan mahrom
    7.      Penutup: tentang perilaku wanita saat ini (masa Syaikh Nawawi)
    8.      Daftar isi.
    Dalam kitab ini Syaikh Nawawi menjelaskan setiap teks dengan terperinci dan tekstual, setiap tema bahasan disisipi dengan hikayat-hikayat sebagai contoh dari penjelasannya.
    Ditinjau dari sisi historisnya, kitab ini ditulis oleh Syaikh Nawawi al-Bantani sekitar tahun 1800an, yaitu zaman dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi belum secanggih dan semaju sekarang, jadi wajar saja dalam beberapa pandangannya beliau dikategorikan sebagai ulama yang tradisionalis, sufistis, dan asketis, tidak terkecuali pandangan beliau dalam kitab ini.
    Hal ini terlihat dan tersebar dari karya-karya beliau yang cenderung “mendewakan” tradisi masa lalu dengan mengadopsi dan menginventarisasi sebagian pendapat-pendapat pendahulunya dari kalangan Syafi’iyah serupa Ibnu Hajar Al-Haitami, Imam Ramli, Imam Al-Ghazali, Syakh Al-Syarqowi dan lain – lain, tanpa berdialektika dengan kekinian beliau selaku orang Indonesia.[8]

    Isi Kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain
    1.      Pembukaan Pengarang

    Gambar 0.5. Pembukaan Kitab
    Pada pembukaan suatu buku atau kitab tidaklah heran bila seorang penulis mengucapkan kata sambutan dan pengantar mengenai isi buku atau kitab tersebut. Sama halnya dengan Syaikh Nawawi, dalam pembukaan kitabnya beliau menulis basmalah, puji – pijian, shalawat dan doa – doa. Beliau juga menulis tentang bagian – bagian yang akan di jelaskan dalam kitabnya.[9]
    2.      Fasal 1: Menjelaskan tentang Hak – Hak Istri dan Kewajiban Suami (الفصل الاول: فى) بيان (حقوق الزوجة) الواجبة (على الزوج)
    Gambar 0.5. Pembukaan Kitab
    Pada Fasal 1 ini Syaikh Nawawi menjelaskan hak-hak seorang istri yang merupakan kewajiban bagi seorang suami. Pembahasan tersebut mengenai:[10]
    a)      Bergaul dengan baik
    b)      Menafkahi istri
    c)      Mahar
    d)     Bergilir bila sang suami berpoligami
    e)      Mengajari apa yang ia butuhkan tentang fardlu – fardlu ibadah dan sunah – sunahnya meskipun bukan sunah muakkad
    f)       Mengajari apa yang berhubungan dengan haidl
    g)      Taat kepada suami yang baik (tidak melakukan maksiat).
    3.      Fasal 2: Menjelaskan tentang Hak – Hak Suami dan Kewajiban Istri (الفصل الثانى: فى) بيان (حقوق الزوج) الواجبة (على الزوجة)
    Pada Fasal 2 ini Syaikh Nawawi menjelaskan hak-hak seorang suami yang merupakan kewajiban bagi seorang istri. Pembahasan tersebut mengenai:[11]
    a)      Taat kepada suami yang baik (tidak melakukan maksiat)
    b)      Bergaul dengan baik
    c)      Pasrah kepada suami
    d)     Sering dirumah
    e)      Tidak memasukkan laki-laki lain ke tempat tidurnya
    f)       Menutupi badan, wajah dan telapak tangannya dari penglihatan laki-laki asing, karena melihat keduanya juga hukumnya haram, meskipun dalam bergelora syahwat dan timbul fitnah
    g)      Meninggalkan tuntutan kepadanya diatas kemampuannya meskipun ia mengetahui kadar kemampuan suaminya
    h)      Memelihara dirinya dari yang haram dalam menggunakan harta yang ia usahakan
    i)        Tidak berbohong saat dia haidl dan sudah selesainya.
    4.      Fasal 3: Keutamaan Istri Shalat Dirumahnya (الفصل الثالث: فى فضل الصلاة المرأة فى بيتها وأنه أفضل من صلاتها فى المسجد مع النبيى ﷺ)
    Telah dijelaskan dalam Fasal ini membahas bahwa shalat seorang istri dirumahnya lebih utama dari pada shalat berjamaah walaupun bersama Nabi SAW.[12]
    5.      Fasal 4: Keharaman Memandang Seseorang yang Bukan Mahrom (الفصل الرابع: فى حرمة نظر الرجل إلى النساء الأجنبيات وعكسه)
    Syaikh Nawawi menjelaskan dalam Fasal ini tentang keharaman laki-laki melihat wanita ajnabiyyah yang bukan mahrom dan begitu pula sebaliknya. Apa yang haram dilihat oleh laki-laki maka haram pula dilihat oleh wanita, dan murohiq divonis sama dengan laki-laki dewasa.[13]
    6.      Penutup: Tentang Perilaku Wanita Saat Ini (Masa Syaikh Nawawi)
    Dalam penutup kitab ini, Syaikh Nawawi menyampaikan keluhan atas perilaku buruk wanita-wanita di masanya. Perilaku tersebut antara lain ialah menampakkan perhiasan dan aurat di depan laki-laki lain, tidak punya rasa malu, berjalan penuh kegenitan (lenggak-lenggok) di kerumunan para laki-laki dan pasar. Sehingga, sang suami wajib mencegah istrinya untuk keluar rumah dalam bila berperilaku seperti yang disebutkan diatas. Syaikh Nawawi juga mengajarka tentang cemburu.
    Pada zaman Syaikh Nawawi, bila seorang wanita keluar rumah hampir dipastikan menjadi bahan godaan kaum lelaki. Baik dengan mengedip matanya, disentuh dan ada pula disindir dengan kata – kata jorok yang tidak mengenakkan di telinga.
    Syaikh Nawawi  berpesan ketika seorang istri hendak keluar untuk menjenguk orang tua, misalnya, sebenarnya tidak dilarang. Tetapi terlebih dulu harus memperoleh izin dari suaminya. Pakaian yang dikenakannya tidak perlu bagus, melainkan pakaian yang sederhana. Pandangan hendaknya dijaga, di tundukkan sepanjang jalan.[14]

    Kesimpulan
    Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani al-Jawi al-Syafi’i merupakan ulama Islam Nusantara dan Internasional. Karyanya sangat banyak yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, hadis dan lain sebagainya. Salah satu kitab terkenal gubahan beliau dalam bidang fiqih adalah kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain. Kitab yang membahas tentang hak dan kewajiban serta persoalan suami istri. Kitab ini diselesaikan pada hari Ahad (Minggu) waktu Dhuha tanggal 27 Muharam 1294 H di usia beliau yang menginjak umur 64 tahun.
    Dalam kitab ini berisi:
    1.      Pembukaan pengarang
    2.      Fasal 1: menjelaskan tentang hak-hak istri dan kewajiban suami
    3.      Fasal 2: menjelaskan tentang hak-hak suami dan kewajiban istri
    4.      Fasal 3: keutamaan istri shalat dirumahnya
    5.      Fasal 4: keharaman memandang seseorang yang bukan mahrom
    6.      Penutup: tentang perilaku wanita saat ini (masa Syaikh Nawawi)
    Dalam kitab ini Syaikh Nawawi menjelaskan setiap teks dengan terperinci dan tekstual, setiap tema bahasan disisipi dengan hikayat-hikayat sebagai contoh dari penjelasannya.

    Daftar Pustaka
    Referensi Buku
    Maqrur Peris, Hak dan Kewajiban Istri dalam Rumah Tangga Menurut Kitab Marah Labid Karya Nawawi al-Bantani, (Malang: Fak. Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011).
    Muhammad Nawawi, ‘Uqudu al-Lujain fi Bayani Huquqi al-Zaujain, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah 2007).

    Referensi Website
    Kontributor Wikipedia, “Nawawi al-Bantani”, Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nawawi_al-Bantani&oldid=14920632 (diakses pada 18 April 2019).
    Mamat Salamet Burhanuddin dalam https://sabrial.wordpress.com/syaikh-nawawi-al-bantani-4/ diakses pada 18 April 2019 pukul 21:05 WIB.
    MuslimMN dalam http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/10/Syaikh-nawawi-al-bantani.html diakses pada 18 April 2019 pukul 20:44 WIB.
    Yunal Isra dalam http://bincangsyariah.com/buku/kritik-terhadap-kitab-uqud-al-lujain-karya-Syaikh-nawawi-al-bantani-resensi-buku-kembang-setaman-perkawinan/ diakses pada 24 April 2019 pukul 20:10 WIB.



    [1] MuslimMN dalam http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/10/syekh-nawawi-al-bantani.html diakses pada 18 April 2019 pukul 20:44 WIB.
    [2] Mamat Salamet Burhanuddin dalam https://sabrial.wordpress.com/syaikh-nawawi-al-bantani-4/ diakses pada 18 April 2019 pukul 21:05 WIB.
    [3] Kontributor Wikipedia, “Nawawi al-Bantani”, Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nawawi_al-Bantani&oldid=14920632 (diakses pada 18 April 2019).
    [4] Maqrur Peris, Hak dan Kewajiban Istri dalam Rumah Tangga Menurut Kitab Marah Labid Karya Nawawi al-Bantani, (Malang: Fak. Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011). hlm. 44.
    [5] Ibid. 44 – 45.
    [6] Muhammad Nawawi, ‘Uqudu al-Lujain fi Bayani Huquqi al-Zaujain, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah 2007). hlm. 9.
    [7] Ibid. hlm. 39.
    [9] Muhammad Nawawi, ‘Uqudu al-Lujain fi Bayani Huquqi al-Zaujain. hlm. 4 – 6.
    [10] Ibid. hlm. 4 – 12.
    [11] Ibid. hlm. 12 – 24.
    [12] Ibid., hlm. 24 – 28.
    [13] Ibid. hlm. 28 – 32.
    [14] Ibid., hlm. 32 – 37.

  • You might also like

    No comments:

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
Born in the late 20th century, when the country was shaken by shinobi (ninja). At that time the government was held by the shogunate.

Aku dan kataku

NATIONAL ANTHEMS OF QATAR: السلام الاميري | AS-SALĀM AL-ʾAMĪRĪ | PEACE TO THE AMIR

"as-Salām al-ʾAmīrī" (Arabic: السلام الأميري‎, Peace to the Amir) is the national anthem of Qatar, written by al-Shaykh Mubārak bi...