Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani
Gambar 0.1. Lukisan Syaikh Nawawi (Foto by Wikipedia)
|
Gambar 0.1. Lukisan Syaikh Nawawi (Foto by
Wikipedia)
Beliau
merupakan ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis karya. Karya Nawawi pun banyak masuk di Indonesia. Sampai
tahun 1990, diperkirakan terdapat 22 judul tulisan Nawawi yang masih
dipergunakan di pesantren. Selain itu, 11 karya populer sering digunakan
sebagai kajian di pesantren-pesantren.[2]
Gambar 0.2.
Koleksi Karya Syaikh Nawawi dan Tempat Beliau Menulis Kitab (Foto by Erfan
Fahmi Hakim)
|
Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:[3]
1. al-Tsamar al-Yani'ah syarah al-Riyadl al-Badi'ah
2. al-'Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubîn
3. Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
4. Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa
al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5. al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
6. Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
7. Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
8. Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum
al-Mi’âd
9. Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
10. Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
11. al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim
al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li
Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
12. Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13. Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib
al-Jaliyyah
14. Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh
bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
15. Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
16. Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
17. Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
18. Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
19. Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
20. Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
21. Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
22. Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
23. Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
24. al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
25. ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq
al-Zaujain
26. Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
27. Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
28. al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
29. Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa
almu’âdah
30. Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
31. al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah
al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
32. al-Riyâdl al-Fauliyyah
33. Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma
fi Tabwîb al-Hukm
34. Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn
fi al-Tauhîd
35. al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina
Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
36. Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid
Sayyid al-Anâm
37. al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah
al-Khashâish al-Nabawiyyah
38. Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Deskripsi Kitab ‘Uqud
al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain
Gambar 0.3. Cover Kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain
Gambar 0.3. Cover Kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq
al-Zaujain
|
Namun
sangat banyak konstruk sosial yang bukan berasal dari Islam, melainkan
kebudayaan Arab atau adat masyarakat setempat turut memperkokoh rendahnya kaum
perempuan yang semuanya dianggap mewakili pandangan resmi Islam, sementara
kesederhanaan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan belum ada, sehingga
keadaan yang demikian mengkristal menjadi presepsi yang hampir identik dengan
yang sebenarnya. Kesejahteraan wanita dengan pria merupakan sesuatu yang ideal,
namun realisasinya menghadapi beberapa masalah. Diantaranya adalah bahwa secara
tradisi wanita selalu diletakkan dalam kedudukan yang lebih rendah dari pria.[5]
Dalam
sebuah riwayat dari Umar RA. yang beliau tulis dalam kitabnya, menerangkan
bahwa sebenarnya mencuci, memasak dan mengasuh anak secara moral bukanlah
tanggung jawab istri. Secara fikih istri berhak meminta bayaran pada suami atas
semua pekerjaan yang ditanganinya. Tugas istri yang paling pokok adalah
mendidik anak dalam arti menuntut dan memberi kasih sayang. Menurut Syaikh
Nawawi kewajiban istri dalam rumah tangga adalah suatu yang berkaitan dengan
seksualitas, sedangkan pekerjaan rumah tangga diklasifikasikan sebagai sedekah.[6]
Gambar 0.4. Tarikh Penyelesaian Penulisan Kitab
Gambar 0.4. Tarikh Penyelesaian Penulisan Kitab
|
1.
Muqaddimah Pencetak
2.
Pembukaan pengarang
3.
Fasal 1: menjelaskan tentang hak-hak istri dan kewajiban suami
4.
Fasal 2: menjelaskan tentang hak-hak suami dan kewajiban istri
5.
Fasal 3: keutamaan istri shalat dirumahnya
6.
Fasal 4: keharaman memandang seseorang yang bukan mahrom
7.
Penutup: tentang perilaku wanita saat ini (masa Syaikh Nawawi)
8.
Daftar isi.
Dalam kitab ini Syaikh Nawawi menjelaskan setiap teks dengan
terperinci dan tekstual, setiap tema bahasan disisipi dengan hikayat-hikayat
sebagai contoh dari penjelasannya.
Ditinjau dari sisi historisnya, kitab ini ditulis oleh Syaikh
Nawawi al-Bantani sekitar tahun 1800an, yaitu zaman dimana perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi belum secanggih dan semaju sekarang, jadi wajar saja
dalam beberapa pandangannya beliau dikategorikan sebagai ulama yang
tradisionalis, sufistis, dan asketis, tidak terkecuali pandangan beliau dalam
kitab ini.
Hal ini terlihat dan tersebar dari karya-karya beliau yang
cenderung “mendewakan” tradisi masa lalu dengan mengadopsi dan
menginventarisasi sebagian pendapat-pendapat pendahulunya dari kalangan
Syafi’iyah serupa Ibnu Hajar Al-Haitami, Imam Ramli, Imam Al-Ghazali, Syakh
Al-Syarqowi dan lain – lain, tanpa berdialektika dengan kekinian beliau selaku
orang Indonesia.[8]
Isi Kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain
1.
Pembukaan Pengarang
Gambar 0.5. Pembukaan Kitab
|
2.
Fasal 1: Menjelaskan tentang Hak – Hak Istri dan Kewajiban Suami (الفصل الاول: فى) بيان (حقوق الزوجة)
الواجبة (على الزوج)
Gambar 0.5. Pembukaan Kitab
Pada Fasal 1 ini Syaikh Nawawi menjelaskan hak-hak seorang istri
yang merupakan kewajiban bagi seorang suami. Pembahasan tersebut mengenai:[10]
a)
Bergaul
dengan baik
b)
Menafkahi
istri
c)
Mahar
d)
Bergilir
bila sang suami berpoligami
e)
Mengajari
apa yang ia butuhkan tentang fardlu – fardlu ibadah dan sunah – sunahnya
meskipun bukan sunah muakkad
f)
Mengajari
apa yang berhubungan dengan haidl
g)
Taat
kepada suami yang baik (tidak melakukan maksiat).
3.
Fasal 2: Menjelaskan tentang Hak – Hak Suami dan Kewajiban Istri (الفصل الثانى: فى) بيان (حقوق الزوج)
الواجبة (على الزوجة)
Pada Fasal 2 ini Syaikh Nawawi
menjelaskan hak-hak seorang suami yang merupakan kewajiban bagi seorang istri.
Pembahasan tersebut mengenai:[11]
a)
Taat
kepada suami yang baik (tidak melakukan maksiat)
b)
Bergaul
dengan baik
c)
Pasrah
kepada suami
d)
Sering
dirumah
e)
Tidak
memasukkan laki-laki lain ke tempat tidurnya
f)
Menutupi
badan, wajah dan telapak tangannya dari penglihatan laki-laki asing, karena
melihat keduanya juga hukumnya haram, meskipun dalam bergelora syahwat dan
timbul fitnah
g)
Meninggalkan
tuntutan kepadanya diatas kemampuannya meskipun ia mengetahui kadar kemampuan
suaminya
h)
Memelihara
dirinya dari yang haram dalam menggunakan harta yang ia usahakan
i)
Tidak
berbohong saat dia haidl dan sudah selesainya.
4.
Fasal 3: Keutamaan
Istri Shalat Dirumahnya (الفصل الثالث: فى فضل الصلاة المرأة فى
بيتها وأنه أفضل من صلاتها فى المسجد مع النبيى ﷺ)
Telah dijelaskan dalam Fasal ini membahas
bahwa shalat seorang istri dirumahnya lebih utama dari pada shalat berjamaah
walaupun bersama Nabi SAW.[12]
5.
Fasal 4: Keharaman Memandang Seseorang yang
Bukan Mahrom (الفصل الرابع: فى حرمة نظر الرجل إلى النساء
الأجنبيات وعكسه)
Syaikh Nawawi menjelaskan dalam Fasal
ini tentang keharaman laki-laki melihat wanita ajnabiyyah yang bukan mahrom dan
begitu pula sebaliknya. Apa yang haram dilihat oleh laki-laki maka haram pula
dilihat oleh wanita, dan murohiq divonis sama dengan laki-laki dewasa.[13]
6.
Penutup: Tentang
Perilaku Wanita Saat Ini (Masa Syaikh Nawawi)
Dalam penutup kitab ini, Syaikh Nawawi
menyampaikan keluhan atas perilaku buruk wanita-wanita di masanya. Perilaku
tersebut antara lain ialah menampakkan perhiasan dan aurat di depan laki-laki
lain, tidak punya rasa malu, berjalan penuh kegenitan (lenggak-lenggok) di
kerumunan para laki-laki dan pasar. Sehingga, sang suami wajib mencegah
istrinya untuk keluar rumah dalam bila berperilaku seperti yang disebutkan
diatas. Syaikh Nawawi juga mengajarka tentang cemburu.
Pada zaman Syaikh Nawawi, bila seorang wanita
keluar rumah hampir dipastikan menjadi bahan godaan kaum lelaki. Baik dengan mengedip
matanya, disentuh dan ada pula disindir dengan kata – kata jorok yang tidak
mengenakkan di telinga.
Syaikh Nawawi berpesan ketika seorang istri hendak
keluar untuk menjenguk orang tua, misalnya, sebenarnya tidak dilarang. Tetapi
terlebih dulu harus memperoleh izin dari suaminya. Pakaian yang dikenakannya
tidak perlu bagus, melainkan pakaian yang sederhana. Pandangan hendaknya dijaga,
di tundukkan sepanjang jalan.[14]
Kesimpulan
Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani al-Jawi al-Syafi’i
merupakan ulama Islam Nusantara dan Internasional. Karyanya sangat banyak yang
meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, hadis dan lain
sebagainya. Salah satu kitab terkenal gubahan beliau dalam bidang fiqih adalah
kitab ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain. Kitab yang membahas
tentang hak dan kewajiban serta persoalan suami istri. Kitab ini diselesaikan pada hari Ahad (Minggu) waktu
Dhuha tanggal 27 Muharam 1294 H di usia beliau yang menginjak umur 64 tahun.
Dalam kitab ini berisi:
1.
Pembukaan pengarang
2.
Fasal 1: menjelaskan tentang hak-hak istri dan kewajiban suami
3.
Fasal 2: menjelaskan tentang hak-hak suami dan kewajiban istri
4.
Fasal 3: keutamaan istri shalat dirumahnya
5.
Fasal 4: keharaman memandang seseorang yang bukan mahrom
6.
Penutup: tentang perilaku wanita saat ini (masa Syaikh Nawawi)
Dalam kitab ini Syaikh Nawawi menjelaskan setiap teks dengan
terperinci dan tekstual, setiap tema bahasan disisipi dengan hikayat-hikayat
sebagai contoh dari penjelasannya.
Daftar Pustaka
Referensi Buku
Maqrur Peris, Hak dan Kewajiban Istri dalam Rumah Tangga Menurut
Kitab Marah Labid Karya Nawawi al-Bantani, (Malang: Fak. Syari’ah UIN
Maulana Malik Ibrahim, 2011).
Muhammad Nawawi, ‘Uqudu al-Lujain fi Bayani Huquqi al-Zaujain,
(Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah 2007).
Referensi Website
Kontributor Wikipedia, “Nawawi
al-Bantani”, Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nawawi_al-Bantani&oldid=14920632 (diakses pada 18 April 2019).
Mamat Salamet Burhanuddin dalam https://sabrial.wordpress.com/syaikh-nawawi-al-bantani-4/
diakses pada 18 April 2019 pukul 21:05 WIB.
MuslimMN dalam http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/10/Syaikh-nawawi-al-bantani.html
diakses pada 18 April 2019 pukul 20:44 WIB.
Yunal
Isra dalam http://bincangsyariah.com/buku/kritik-terhadap-kitab-uqud-al-lujain-karya-Syaikh-nawawi-al-bantani-resensi-buku-kembang-setaman-perkawinan/
diakses pada 24 April 2019 pukul 20:10 WIB.
[1] MuslimMN dalam
http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/10/syekh-nawawi-al-bantani.html diakses pada
18 April 2019 pukul 20:44 WIB.
[2] Mamat Salamet
Burhanuddin dalam https://sabrial.wordpress.com/syaikh-nawawi-al-bantani-4/ diakses pada
18 April 2019 pukul 21:05 WIB.
[3] Kontributor Wikipedia, “Nawawi
al-Bantani”, Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nawawi_al-Bantani&oldid=14920632 (diakses pada 18 April 2019).
[4] Maqrur Peris, Hak
dan Kewajiban Istri dalam Rumah Tangga Menurut Kitab Marah Labid Karya Nawawi
al-Bantani, (Malang: Fak. Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011). hlm.
44.
[6] Muhammad
Nawawi, ‘Uqudu al-Lujain fi Bayani Huquqi al-Zaujain, (Jakarta: Dar
al-Kutub al-Islamiyah 2007). hlm. 9.
[7] Ibid.
hlm. 39.
[8] Yunal Isra
dalam http://bincangsyariah.com/buku/kritik-terhadap-kitab-uqud-al-lujain-karya-syekh-nawawi-al-bantani-resensi-buku-kembang-setaman-perkawinan/ diakses pada
24 April 2019 pukul 20:10 WIB.
[9] Muhammad
Nawawi, ‘Uqudu al-Lujain fi Bayani Huquqi al-Zaujain. hlm. 4 – 6.
[10] Ibid.
hlm. 4 – 12.
[12] Ibid.,
hlm. 24 – 28.
[14] Ibid.,
hlm. 32 – 37.
No comments:
Post a Comment